Dari kejauhan, terlihat cahaya kuning menerangi bangunan beratap limas. Di sebelahnya, terlihat juga bangunan jangkung berbentuk kotak, memendarkan cahaya yang sama.
Kedua bangunan itu merupakan tampilan Masjid Agung Batam kala malam tiba. Keduanya adalah bangunan masjid dan menara. Masjid ini tak jauh dari pelabuhan internasional Batam Center, gerbang menuju Singapura.
Kini, masjid Agung Batam tak sekadar tempat ibadah bagi umat Muslim. Bagi warga Batam, masjid itu ialah ikon sekaligus destinasi wisata kota industri di Kepulauan Riau.
Perancangnya adalah Ir Achmad Noe'man, pria yang mendapat julukan Arsitek Seribu Masjid. Karyanya yang terkenal, di antaranya, adalah Masjid Salman ITB, Masjid At-Tien di Taman Mini Jakarta, dan Masjid Raya Bosnia.
Dalam masjid ini, Noe'man menyuguhkan sebuah pengayaan terhadap desain Masjid Demak yang memiliki atap limas bertumpang tiga. Ia menghadirkan tiga irisan vertikal pada atap limas itu.
Selain itu, atap limas di masjid ini tak terlihat bertumpuk layaknya desain di Masjid Agung Demak.
Faizal Muzamil, seorang kontraktor pembuat kubah masjid, dalam tulisannya memberikan penjelasan makna yang ada pada Masjid Agung Batam.
Ia menulis, bangunan masjid ini dirancang dari penggabungan dua bentuk dasar, yakni bentuk balok bujur sangkar sebagai badan bangunan dan limas sama sisi yang teriris tiga bagian sebagai kepala bangunan.
Bentuk limas ini, kata Faizal, memiliki persepsi vertikalisme menuju satu titik di atas. Dalam filosofi Masjid Demak, atap limas dengan tiga tumpuk itu menyajikan makna tiga bagian yang berarti iman, Islam, dan ihsan.
Adapun irisan tiga bagian, lanjutnya kembali, adalah manifestasi perjalanan hidup manusia dalam tiga alam, yakni alam rahim, alam dunia, dan alam akhirat.
“Makna lainnya dari bentuk limas ini menyimbolkan juga hubungan manusia dan pencipta,” jelas dia dalam keterangannya kepada Republika.
Kaya komposisi dan detail
Lebih jauh, bentuk eksplorasi lain masjid ini dari desain Masjid Agung Demak tersaji pada bagian interior. Masjid ini tak memiliki tiang soko guru layaknya masjid tertua di Indonesia itu. Kesan yang hadir adalah suasana lapang pada bagian dalam masjid ini.
Ruangan utama pada bagian interior ini menjadi tempat shalat. Luas ruangan ini secara keseluruhan adalah 2.515 meter persegi.
Daya tampung bisa mencapai 3.500 jamaah. Jumlah ini masih bisa bertambah hingga 15.000 jamaah dengan hadirnya plaza di bagian luar masjid.
Pada bagian plaza ini tampak penyelesaian (finishing) bangunan yang begitu detail. Di antaranya terlihat dari pola paving block yang disusun sedemikian rupa menggunakan modul standar untuk orang shalat.
Alhasil, susunan-susunan paving block itu dapat difungsikan sebagai garis-garis saf pada saat salat berjemaah.
Secara keseluruhan, bentuk dan ornamen yang tersaji di masjid ini sungguh kaya dengan komposisi bentuk dan garis geometris.
Paduan desain itu melahirkan bentuk yang tegas namun terjaga keseimbangan dan harmonisasinya.
Bahkan, Faizal menyebut pada bagian ruangan interior itu begitu tersaji sebuah kekayaan nilai arsitektural yang tinggi dengan sentuhan estetika dan karya seni.
“Itu terlihat mulai dari seni kaligrafi, lampu gantung, lampu hias, hingga beraneka ragam hias lainnya,” jelasnya.
Untuk seni kaligrafi ini dapat dilihat pada bagian bawah kuncup atap yang terbuat dari bahan material tembaga. Kaligrafi di bagian itu bertuliskan surah Al-Baqarah ayat 153, Al-A'raf ayat 55, Thaha ayat 14, dan Al-An'am ayat 162.
Seni khas Timur Tengah ini juga terdapat di bagian dinding mihrab di antara kolom. Di sana terpahat surah An-Nisa ayat 103 dan Al-Mu'minun ayat 2.
Pahatan seni kaligrafi ini juga dapat ditemukan di bagian interior sebelah utara dan selatan. Di bagian ini terdapat sapuan kaligrafi 99 sifat Allah yang dikenal sebagai Asmaul Husna.
Selain di tempat tersebut, Asmaul Husna juga terdapat di bidang barat dalam bentuk kaligrafi kaca patri sebagai pengisi jendela segi delapan dan ornamen di atas mihrab.
Lantas paduan seni estetika dan nilai fungsi juga diterapkan pada penggunaan lampu gantung hias yang terbuat dari tembaga. Lampu hias ini berjumlah empat unit yang terdiri dari 48 titik lampu pada setiap unitnya.
Di sini mencuat adanya kesan kokoh. “Tetapi, juga keindahan tetap terpancar dari lampu yang bentuknya mengacu pada bentuk esensi masjid tersebut,” jelas Faizal.
Menara
Bentuk yang mengacu pada bentuk dasar masjid juga terlihat pada bagian mimbar. Bagian mimbar ini terbuat dari kayu dengan ornamen tembaga.
Mimbar ini memiliki tiga buah undakan dengan bentuk kerucut terbalik. Mimbar ini berada di dalam bagian mihrab masjid.
Tak seperti masjid-masjid modern masa kini, mihrab pada Masjid Agung Batam ini tidak dihadirkan terlalu njelimet.
Dalam artian, mihrab masjid ini hanya ditandai dengan bentuk segitiga yang meruncing sebagai penghias bagian atasnya. Ruang mihrab masjid ini juga tak terlalu luas.
Sementara itu, untuk bentuk menara, Masjid Agung Batam ini memiliki bentuk ruang segi empat. Tinggi menara ini 66 meter.
Di sini, desain menaranya tidak melakukan paduan bentuk ruang seperti beberapa menara masjid ala Timur Tengah maupun Eropa.
Bentuk segi empat ini dari menara masjid ini mengingatkan juga pada bentuk Jam Gadang di Bukit Tinggi, Sumatra Barat.
Kemiripan bentuk itu terlihat pada bagian topi-topi yang berbentuk segitiga menjorok ke luar.
Lalu, di bagian puncak menara juga terdapat semacam balkon yang juga mirip seperti Jam Gadang Bukit Tinggi. n mohammad akbar ed: nina chairani
Berubah Nama
Bangunan yang kini dikenal sebagai Masjid Raya Batam sesungguhnya adalah hasil pergantian nama yang dilakukan pada Juli 2010.
Nama awalnya adalah Masjid Raya Batam. Aturan pergantian nama ini ditetapkan Kementerian Agama lalu diperkuat lagi lewat Surat Keputusan (SK) Walikota Batam.
Mengutip keterangan Yusfa Hendri, kepala bagian Humas Pemerintah Kota Batam, pergantian nama ini disesuaikan dengan sistem wilayah untuk sebuah masjid.
"Untuk kabupaten dan kota, sebuah masjid diubah namanya dan statusnya menjadi masjid agung. Sedangkan untuk masjid provinsi disebut sebagai masjid raya," demikian Hendri menjelaskan sebagaimana tertulis di laman resmi Masjid Raya Batam.
Masjid dengan luas bangunan sekitar lima ribu meter persegi ini berada di atas tanah seluas 75.000 meter persegi.
Masjid ini tercatat sebagai yang terbesar di Kota Batam. Sebagai ikon kota, masjid ini memainkan pula perannya sebagai pusat bagi aktivitas pembinaan kerohanian yang dilakukan oleh pemerintah setempat. (Mohammad Akbar/Republika)
Friday, 4 July 2014
Masjid Agung Batam Ikon Kota Industri
Posted by Masjid An Nubuwwah Batam on 13:34 in Berita | Comments : 0
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment